admin | tegalgubug.id
Desa Tegalgubug berasal dari dua kata, 'Tegal' dan 'Gubug'. Tegal memiliki arti 'tanah yang dicangkul' sedangkan gubug 'rumah sederhana' atau rumah yang dibuat ala kadarnya. Itulah asal usul Desa Tegalgubug. Secara Administratif, Desa Tegalgubug masuk Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Desa Tegalbugug yang sekarang, identik dengan pasar sandang tradisional terbesar di Asia Tenggara. Menurut Kitab Laygesta, Karangan Ki Bandaluki, Cirebon 1772, berjudul "Kisah Masyarakat Cirebon. Tegalgubug. Saksi Bisu Cinta Asmara Ki Suro". Merupakan sejarah tentang asal usul Desa Tegalgubug.
Tampak dari dalam Makam Ki Suro (tengah), Raden Kencana (barat), dan Kyai Agus Salim / Kyai Agus 'Aliman (timur)
Berdirinya Desa Tegalgubug berawal dari seorang pengawal Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang bernama, Syekh Muhyiddin Waliyullah. Menurut cerita, Syekh Muhyiddin Waliyullah bisa juga disebut Syekh Abdurrahman bahkan lebih dikenal dengan Ki Suro atau Ki Suropati (Ki Gede Suro). Ki Suro berasal dari negeri Arab, namun menurut sumber lain menyebutkan dari Mesir atau Baghdad.
Ki Suro merupakan pengawal Sunan Gunung Jati dan seorang penggeden (Pembesar) yang memiliki kesaktian cukup tinggi. Menurut cerita, Ki Suro juga terlibat dalam usaha Kesultanan Cirebon menaklukan kerajaan Talaga dan Galuh. Kedua kerajaan tersebut berhasil ditaklukkan Kesultanan Cirebon supaya semua penduduknya beralih untuk memeluk ajaran Islam.
Agar penyebaran Agama Islam tetap terjaga di dua kerajaan tersebut, maka Sunan Gunung Jati mempercayakan Ki Suro untuk diberi kepercayaan.
Ki Suro disebut juga sebagai santri Sunan Gunung Jati yang sudah dua tahun tinggal di Kesultanan Cirebon. Sumber lain menyebutkan, keberadaan Ki Suro di Cirebon bukan sebagai santri Sunan Gunung Jati, tetapi ingin membantu menyebar luaskan ajaran Islam di puilau Jawa.
Setelah dianggap cukup ilmu, Sunan Gunung Jati kemudian mengutus Ki Suro untuk membantu menyebarkan ajaran Islam ke seluruh pelosok pulau Jawa. Dalam usaha menyebarkan agama Islam, Ki Suro banyak mendapat rintangan. Seringkali harus perang tanding dengan para penguasa pedukuhan yang ditemuinya. Namun berkat kesaktian yang dimilikinya, berbagai rintangan dapat ditaklukkan dan mereka memeluk agama Islam.
Tampak dari luar Makam Ki Gede Suro
Satu ketika, Ki Suro mendapat perintah khusus dari Sunan Gunung Jati untuk membawa Alquran dalam jumlah banyak ke Pondok Ki Pancawala.
Pondok Ki Pancawala merupakan seorang pembesar di Kerajaan Talaga. Kitab suci Alquran yang dibawa oleh Ki Suro, dimaksudkan untuk dijadikan sebagai pedoman di Kerajaan Talaga dan Galuh. Namun di tengah perjalanan menuju Kerajaan Talaga, Ki Suro menemui sebuah sayembara untuk bisa mengalahkan seorang pembesar Kerajaan Talaga.
Pembesar tersebut bernama Ki Wadaksi, barang siapa mampu mengalahkannya maka hadiahnya dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nyi Mas Wedara. Kemudian Ki Suro ikut sayembara, keikutsertaanya hanya untuk mengukur ketinggian ilmu Ki Wadaksi tanpa mempedulikan hadiah. Pertarungan dimulai, Ki Wadaksi dapat dikalahkan dan kemudian bersedia memeluk agama Islam bersama murid–muridnya. Sang putri yang menjadi hadiah, diserahkan kepada Raden Palayasa yang sebelumnya saling mencintai dengan Nyi Mas Wedara. Kemudian Ki Suro sampai di Pondok Ki Pancawala yang menjadi misinya dari perintah Sunan Gunung Jati.
Ki Suro mendapat jamuan istimewa dari Ki Pancawala, di tengah jamuan tersebut, Ki Suro terpesona melihat putri Ki Pancawala yang bernama Nyi Mas Ratu Antra Wulan. Ki Suro tertarik ingin menjadikan Nyi Mas Ratu Antra Wulan sebgai pendamping hidupnya. Namun sayang, sebelum isi hatinya diutarakan, Ki Pancawala sudah memiliki maksud ingin menjadikan putrinya sebagai istri Sunan Gunung Jati. Permintaan tersebut disampaikan kepada Ki Suro agar mau mengantarkan putrinya ke Kesultanan Cirebon untuk dijadikan istri Sunan Gunung Jati.
Dengan berat hati, Ki Suro membawa Nyi Mas Ratu Antra Wulan untuk dibawa ke Kesultanan Cirebon. Dalam perjalanan, kemudian Ki Suro dan Nyi Mas Ratu Antra Wulan beristirahat menghilangkan rasa letih di sebuah gubug kecil di tengah hutan belantara.
Setelah tubuh kembali segar, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju Kesultanan Cirebon. Setelah sampai di Keraton Cirebon, Ki Suro menyerahkan Nyi Mas Ratu Antra Wulan dan menyampaikan amanat Ki Pancawala kepada Sunan Gunung Jati.
Namun amanat Ki Pancawala yang menginginkan Nyi Mas Ratu Antra Wulan dijadikan istri Sunan Gunung Jati, ditolaknya dengan cara halus. Karena Sunan Gunung Jati sesungguhnya telah mengetahui bahwa Ki Suro menyukai Nyi Mas Ratu Antra Wulan. Karena itu, Sunan Gunung Jati memerintahkan Ki Suro menikahi dengan Nyi Mas Ratu Antra Wulan putri dari Ki Pancawala.
Dua makam benda pusaka di depan makam Ki Gede Suro
Setelah Ki Suro dan Nyi Mas Ratu Antra Wulan menjadi suami istri, mereka kembali ke gubug yang menjadi tempat istirahat sewaktu dalam perjalanan.
Kemudian di sekitar gubug tersebut dibuatlah menjadi sebuah pedukuhan atas restu dan izin Sunan Gunung Jati. Menurut sejarah, terbentuknya nama Tegalgubug terjadi sekitar tahun 1489. Setelah terbentuk sebuah nama pedukuhan atau perkampungan Tegalgubug, kemudian Ki Suro melanjutkan misinya untuk menyebarkan agama Islam di pedukuhan baru tersebut. Hingga sekarang Situs Ki Suro atau Ki Gede Suropati banyak dikunjungi orang dari berbagai penjuru daerah. Lokasinya terletak di Desa Tegalgubug, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon. Berada di tanah seluas 600 m2, dan kepemilikan tanah adalah tanah keraton.
Sumber : https://ciayumajakuning.pikiran-rakyat.com/